--> Skip to main content

Cerita Seorang Mualaf

Kawan aku ingin berbagi Artikel yang bagus nih… yang aku dapatkan di katalog buku tentang Mualaf. Penasaran……? Buruan  nih artikelnya insyaallah  di jamin Bagus.. Dan selamat membaca J.       
Akhir Dari Kekosongan Jiwa
                Sejak mendapat hidayah iman dan Islam, aku merasa hidayah itu nilainya melebihi apa di dunia beserta isinya. Betapa tidak. Hidup di tengah keluaraga yang berada, mapan dan ibaratnya mau minta apa saya bisa terpenuhi, namun ternyata hal itu bukanlah penawar terbaik bagi rasa ‘dahaga’ ruhaniku sejak dua tahun terakhir ini.
                Kemewahan duniawi adalah aksesoris fana yang benar- beanar melenakkan jiwa jika tidak di maknai dengan keimanan yang benar. Contohnya aku ini. Ya aku, adalah anak tunggal dari kedua orang tuaku yang kebetulan di karuniai harta lebih. Segala fasilitas telah dia sediakan untukku. Ibarat satu kata permintaanku sekejap itu pula mereka memenuhinya. Tanpa harus mempertanyakan tentang kepentingandi balik permintaanku itu.
                 Satu sisi, sebenarnya aku bersyukur dengan nyona nyaman dan aman secara materi yang di miliki orang tua. Sebab, diasaat orang lain bersusah payah mengejar penghidupan di dunia, aku telah menikmati fasilitas hidup dengan sangat mudah dan tanpa harus berkeringat.
Sayangnya,  terbiasa hidup dalam gelimang harta dan seiring dengan tidak terkawalnya hidup dalam naungan iman yang jelas, menjadikan aku jengah, dan jiwa ini terasa ‘kosong’. Tidak ada ‘kekuatan’ ruhaniyah yang bisa ‘menuntunku’. Bukan saja untuk menjalani hidup di dunia ini, namun juga saat menuju di kehidupan akhiratku kelak. Semua serba hampa.     
                  Orang bilang, ketenangan jiwa dalam menjalani hidup bukanlah bersumber dari seberapa jauh kepemilikikan kita yang terkait dengan urusan duniawi ini. Namun, semua bersumber dari ketundukan hati kita dengan Sang Maha Pencipta. Dan itu, hanya bisa dimiliki melalui agama.
                  Hal ini berdampak pada ‘kebebasan’ dari orang tua untukku dalam ‘mencari’ keberadaan tuhan dari satu agama ke agama lain. Hampir semua agama dan aliran kepercayaan pernah aku anut. Dengan harapan disana aku bisa menemukan tuhanku, sehingga aku bisa hidup tenang dan batin ini tidak lagi ‘kosong’.
                   Sayang, agama-agama yang dulu aku anut, belumlah cukup meyakinkanku untuk mendapatkan keberadaan tuhan. Nah, dari sekian agama yang diakui di Negara ini, islamlah satau-satunya agama yang belum aku pelajari. Mungkin aku terjebak dalam dokrinasi keluarga, bahwa memang benar aku di beri kebebasan untuk beragama, asalkan jangan agama Islam. Inilah yang menjadikan jauh dan tak paham dengan agama Islam.
                    Namun, lantaran jiwaku yang terasa kering inilah menjadikanku terdorong untuk mengenal Islam secara perlahan. Melalui seorang teman muslim, aku mencoba diskusi tentang Islam. Yang kali aku pertanyakan ialah tentang keesaan tuhan dalam Islam. Dan temanku mengatakan. “ silakan baca dan resapi Alqur’an, tepatnya di surat Al Ikhlas,”
                    Mulanya aku cukup kesulitan untuk memahaminya. Namun, permenunganku yang panjang dan didorong oleh rasa penasaranku yang kuat, akhirnya aku sadar. Ternyata, Islam aalah agama yang sempurna . aku telah menemukan hal yang esa, Allah Swt.
Sontak aku terisak. Menagis haru penuh sujud syukur atas hidayah ini. Lantas, dibantu oleh beberapa teman muslim, aku pun mengucapkan kalimat syahadat. Sejak saat itu, hatiku ku pun tenang dan damai dengan agama yang sejak lahir tak pernah sedikitpun aku memikirkannya, Islam.
                   Proses berIslamnya diriku memang pada akhirnya diketahui oleh orang tuaku. Mulanya mereka memprotesku. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka bisa menerimaku. Orang tua tak lagi ‘melawan’ keberagamaanku bersam Islam. Justru, mereka mendorongku untuk menjadi muslim yang taat. Yang bisa menterjemahkan nilai-nilai Alqur’an dan sunnah dalam kehidupan yang nyata.
                   Kini, tugasku adalah bagaimana hidayah ini juga dinikmati oleh orang tua. Meski kadang dikungkung oleh rasa pesimis, namun aku tidak boleh surut dalam mendakwahi mereka. Aku tetap menggantungkan harapanku kepada Allah Swt agar orang tuaku juga segera bersyahadat. Semoga Allah Swt mengabulkan doaku. Amin.

Bagaimana kawan, cerita diatas baguskan…? Dan semoga cerita orang Mualaf tersebut dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. saya minta maaf apabila ada kesalahan informasi atau kesalahan ketik. Tunggu Artikel terbaru yang akan saya share kepada Kalian semua.













  




                                                                   

















Comment Policy: Please write your comments that correspond to the topic of this page post. Comments containing links will not be shown before they are approved..
Buka Komentar
Tutup Komentar